Pages

KEJAHATAN DARWINISME Sebuah Analisis tentang Teori Evolusi Darwin Serta Ideologi-Ideologi yang Muncul sebagai Pengikutnya


Terdapat beberapa hal yang dapat saya tangkap dari pemutaran film Harun Yahya sang akademisi Turki itu, film yang banyak berbicara mengenai Darwinisme dan paham yang membuntutinya. Apa saja itu dan bagaimana pula semuanya dapat terjadi? Kurang lebih seperti di bawah inilah analisisnya.
Selayang Pandang Darwinisme dan ‘Keras Kepalanya’ Para Pengikut Darwinisme
Pada suatu masa di Mesopotamia, saat agama penyembah berhala diyakini masyarakat luas, terdapat banyak takhayul dan mitos tentang asal-usul kehidupan dan alam semesta. Salah satunya adalah kepercayaan tentang “evolusi”. Menurut legenda Enuma-Elish yang berasal dari zaman Sumeria, suatu ketika pernah terjadi banjir besar di suatu tempat, dan dari banjir ini tiba-tiba muncul tuhan-tuhan yang disebut Lahmu dan Lahamu. Menurut takhayyul yang ada waktu itu, para tuhan ini pertama-tama menciptakan diri mereka sendiri. Setelah itu mereka melingkupi keseluruhan alam semesta dan kemudian membentuk seluruh materi lain dan makhluk hidup. Dengan kata lain, menurut mitos bangsa Sumeria, kehidupan terbentuk secara tiba-tiba dari benda tak hidup, yakni dari kekacauan dalam air, yang kemudian berevolusi dan berkembang.
Kita dapat memahami betapa kepercayaan ini berkaitan erat dengan pernyataan teori evolusi: “makhluk hidup berkembang dan berevolusi dari benda tak hidup.” Dari sini kita dapat memahami bahwa gagasan evolusi bukanlah diawali oleh Darwin, tetapi berasal dari bangsa Sumeria penyembah berhala.
Di kemudian hari, mitos evolusi tumbuh subur di peradaban penyembah berhala lainnya, yakni Yunani Kuno. Filsuf materialis Yunani kuno menganggap materi sebagai keberadaan satu-satunya. Mereka menggunakan mitos evolusi, yang merupakan warisan bangsa Sumeria, untuk menjelaskan bagaimana makhluk hidup muncul menjadi ada. Demikianlah, filsafat materialis dan mitos evolusi muncul dan berjalan beriringan di Yunani Kuno. Dari sini, mitos tersebut terbawa hingga ke peradaban Romawi.
Kedua pemikiran tersebut, yang masing-masing berasal dari kebudayaan penyembahan berhala ini, muncul lagi di dunia modern pada abad ke-18. Sejumlah pemikir Eropa yang mempelajari karya-karya bangsa Yunani kuno mulai tertarik dengan materialisme. Para pemikir ini memiliki kesamaan: mereka adalah para penentang agama.
Demikianlah, dan yang pertama kali mengulas teori evolusi secara lebih rinci adalah biologiwan Prancis, Jean Baptiste Lamarck. Dalam teorinya, yang di kemudian hari diketahui keliru, Lamarck mengemukakan bahwa semua mahluk hidup berevolusi dari satu ke yang lain melalui perubahan-perubahan kecil selama hidupnya. Orang yang mengulang pernyataan Lamark dengan cara yang sedikit berbeda adalah Charles Darwin.
Darwin mengemukakan teori tersebut dalam bukunya The Origin of Species, yang terbit di Inggris pada tahun 1859. Dalam buku ini, mitos evolusi, yang diwariskan oleh peradaban Sumeria kuno, dipaparkan lebih rinci. Dia berpendapat bahwa semua spesies makhluk hidup berasal dari satu nenek moyang, yang muncul di air secara kebetulan, dan mereka tumbuh berbeda satu dari yang lain melalui perubahan-perubahan kecil yang terjadi secara kebetulan.
Pernyataan Darwin tidak banyak diterima oleh para tokoh ilmu pengetahuan di masanya. Para ahli fosil, khususnya, menyadari pernyataan Darwin sebagai hasil khayalan belaka. Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu, teori Darwin mulai mendapatkan banyak dukungan dari berbagai kalangan. Hal ini disebabkan Darwin dan teorinya telah memberikan landasan berpijak ilmiah – yang dahulunya belum diketemukan– bagi kekuatan yang berkuasa pada abad ke-19.
catatan fosil yang tidak lengkap waktu itu memberi celah bagi penyataan bahwa mahluk hidup telah terbentuk dari satu spesies ke spesies yang lain melalui perubahan sedikit demi sedikit. Sebaliknya, kini telah jelas bahwa catatan fosil, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tidak memberikan secuil bukti apapun yang mendukung pernyataan Darwin bahwa suatu makhluk hidup muncul dari perkembangan makhluk hidup lain yang telah ada sebelumnya. Hingga baru-baru ini, para evolusionis terbiasa mengelak dari kebuntuan yang menghadang mereka tersebut dengan berdalih, “Ini akan ditemukan suatu saat di masa mendatang.” Tetapi, mereka sekarang tidak lagi mendapatkan tempat bersembunyi di balik penjelasan ini.
Apapun yang terjadi, keyakinan para Darwinis terhadap teori evolusi tidak berubah sedikitpun. Para pendukung Darwin telah datang dan hadir hingga zaman kita dan, layaknya harta warisan, mereka melimpahkan kesetiaan kepada Darwin ke generasi selanjutnya secara turun-temurun selama 150 tahun terakhir.
Jika demikian, apakah yang menjadikan Darwinisme diminati sejumlah kalangan dan disebarlu-askan melalui propaganda besar-besaran, padahal fakta tentang ketidakabsahan ilmiahnya kini telah nampak jelas?
Yang paling menonjol dari teori Darwin adalah pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta. Menurut teori evolusi, kehidupan membentuk dirinya sendiri tanpa sengaja dari bahan-bahan pembentuknya yang telah ada di alam. Pernyataan Darwin ini memberikan pembenaran ilmiah palsu bagi semua filsafat kaum anti Tuhan, dimulai dari filsafat kaum materialis. Sebab, hingga abad ke-19, sebagian besar para ilmuwan melihat ilmu pengetahuan sebagai sarana mempelajari dan menemukan ciptaan Allah. Karena keyakinan ini tersebar luas, filsafat atheis dan materialis tidak menemukan lahan subur untuk tumbuh berkembang. Namun, pengingkarannya terhadap keberadaan Pencipta dan dukungan ‘ilmiah’ yang diberikannya kepada keyakinan atheis dan materialis menjadikan teori Evolusi sebagai kesempatan emas bagi mereka. Karena alasan ini, kedua filsafat tersebut berpihak kepada Darwinisme dan menyelaraskan teori ini dengan ideologi mereka sendiri.
Selain penyangkalan Darwinisme terhadap keberadaan Tuhan, terdapat pernyataan lainnya mendukung berbagai ideologi materialistis abad ke-19: “Perkembangan makhluk hidup dipengaruhi oleh perjuangan untuk mempertahankan hidup di alam. Perseteruan ini dimenangkan oleh yang terkuat. Yang lemah akan kalah dan punah.”

Darwin Sang ‘Nabi’ yang Membenarkan Diskriminasi Ras
Abad ke-20 telah tercatat dalam sejarah sebagai zaman kegelapan di mana manusia melakukan pembunuhan masal terhadap sesamanya hanya karena ras atau suku bangsa mereka. Menurut pandangan yang dikemukakan Darwin, ras-ras manusia berada pada tahap evolusi yang berbeda, dan sejumlah ras telah berevolusi dan mengalami perkembangan yang lebih cepat dibanding ras-ras lain. Sebaliknya, beberapa dari mereka hampir setingkat dengan kera. Ideologi yang biadab menurut saya.
Darwin menyatakan bahwa “perjuangan untuk mempertahankan hidup” juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras-ras pilihan” muncul sebagai pemenang dalam pertarungan ini. Menurut Darwin, ras-ras terpilih adalah bangsa kulit putih Eropa. Sementara ras Asia dan Afrika telah tertinggal dalam perjuangan untuk mempertahankan hidup. Darwin bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa ras-ras ini tak lama lagi akan kalah dalam pertarungan untuk mempertahankan hidup di seluruh dunia, dan kemudian musnah.
Masih menurut darwin, di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi, ras-ras manusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera mirip manusia tidak diragukan lagi akan dimusnahkan, selanjutnya jarak antara manusia dengan padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia dalam keadaan yang lebih beradab. Darwin juga menyatakan keharusan ras-ras rendah untuk musnah dan tidak perlunya orang-orang lebih maju untuk melindungi dan menjaga mereka agar tetap hidup. Ia membandingkan hal ini dengan orang-orang yang membiakkan binatang ternak.
Darwin menganggap masyarakat pribumi Australia dan Negro berada pada tingkatan yang sama dengan gorila, dan menyatakan bahwa ras-ras ini akan lenyap. Sedangkan terhadap ras-ras lain yang dianggapnya ras “rendah”, ia berpendapat perlunya mencegah mereka beranak-pinak demi menghantarkan ras-ras ini pada kepunahan. Demikianlah, jejak rasisme dan diskriminasi yang masih kita jumpai di masa kini mendapatkan restu dan pembenaran dari Darwin.

Kolonialisme Inggris, Didukung Darwinisme
Negara yang paling banyak diuntungkan oleh pandangan rasis Darwin adalah tanah air Darwin sendiri, Inggris. Di tahun-tahun ketika Darwin mengemukakan teorinya, Inggris Raya tengah mendirikan imperium kolonialis nomor satu di dunia. Seluruh sumber kekayaan alam dari India hingga Amerika Latin dikeruk oleh Imperium Inggris. Orang “kulit putih” ini sedang menjarah dunia untuk kepentingannya sendiri.
Dipelopori oleh Inggris, tentunya tidak ada negara kolonialis yang mau dianggap sebagai “penjarah”, dan tercatat dalam sejarah dengan julukan semacam ini. Karenanya, mereka mencari alasan untuk menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Salah satu alasan yang mungkin adalah dengan menampilkan rakyat terjajah sebagai “masyarakat primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan cara seperti ini, mereka yang dibantai dan diperlakukan dengan tidak manusiawi dapat dipandang bukan sebagai manusia, melainkan makhluk separuh manusia separuh binatang. Dengan demikian, perlakuan buruk terhadap mereka tidak dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan.

‘Hubungan Batin antara Hitler dan Darwin’, Bukti Kekejaman Nazizme
Nazisme lahir di tengah kekacauan di Jerman yang menderita kekalahan dalam perang dunia pertama. Pemimpin partai ini adalah Adolf Hitler, sosok pemarah dan agresif. Rasisme melandasi cara pandang Hitler terhadap dunia. Ia meyakini Arya, yang merupakan ras utama bangsa Jerman, sebagai ras paling unggul di atas semua ras lain, sehingga sudah sepatutnya memimpin mereka. Ia memimpikan bahwa ras Arya akan mendirikan imperium dunia yang akan bertahan selama 1000 tahun.
Landasan ilmiah yang digunakan Hitler bagi teori rasis ini adalah teori evolusi Darwin. Tokoh utama yang mempengaruhi pemikiran Hitler, yakni sejarawan rasis Jerman Herinrich Von Treitschke, sangat dipengaruhi teori evolusi Darwin dan mendasarkan pandangan rasisnya pada Darwinisme. Ia sering berkata, “Bangsa-bangsa hanya mampu berkembang melalui persaingan sengit sebagaimana gagasan Darwin tentang kelangsungan hidup bagi yang terkuat,” dan memaklumkan bahwa ini berarti peperangan tanpa henti yang tak terhindarkan. Ia berpandangan bahwa, “Penaklukan dengan pedang adalah cara untuk membangun peradaban dari kebiadaban dan ilmu pengetahuan dari kebodohan.” Ia berpendapat, “Ras-ras kuning tidak memahami ketrampilan seni dan kebebasan politik. Sudah menjadi takdir ras-ras hitam untuk melayani bangsa kulit putih dan menjadi sasaran kebencian orang kulit putih untuk selamanya”
Saat membangun teorinya, Hitler, sebagaimana Treitschke, mendapatkan ilham dari Darwin, terutama gagasan Darwin tentang perjuangan untuk bertahan hidup. Judul bukunya yang terkenal, yakni Mein Kampf (Perjuangan Saya), telah terilhami oleh gagasan tersebut. Seperti halnya Darwin, Hitler memberikan status kera pada ras selain Eropa, dan mengatakan, “Singkirkan bangsa Jerman Nordik dan tidak ada yang tersisa kecuali tarian para kera”.
   Hitler, yang menganggap manusia sebagai jenis binatang yang sangat maju, percaya bahwa untuk mengatur proses evolusi, diperlukan pengambil-alihan kendali proses tersebut ke tangannya sendiri dalam rangka membangun ras manusia Arya, daripada membiarkannya diatur oleh kekuatan alam dan peristiwa kebetulan. Dan inilah tujuan akhir pergerakan Nazi. Untuk mewujudkan tujuan ini, langkah awalnya adalah memisahkan, dan mengucilkan ras-ras lebih rendah dari ras Arya yang dianggap paling unggul.

Lagi, Darwin Menjadi Rujukan bagi Marx dan Engels Sang Komunis yang Kejam
Abad yang baru saja kita tinggalkan dipenuhi dengan berbagai tindak kekerasan dan kebiadaban. Tidak diragukan lagi, ideologi pembawa bencana terbesar bagi umat manusia di abad tersebut adalah Komunisme, paham yang paling tersebar luas di seluruh dunia. Komunisme, yang mencapai puncak sejarahnya melalui dua tokoh filsuf Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engels pada abad ke-19, telah begitu banyak menumpahkan darah di berbagai belahan bumi, melebihi apa yang dilakukan oleh kaum Nazi dan para penjajah. Paham ini telah merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa, memunculkan gelombang kekerasan, dan menebarkan rasa ketakutan serta putus asa di kalangan umat manusia. Bahkan kini, ketika orang menyebut-nyebut negara Tirai Besi dan Rusia, segera muncul gambaran tentang masyarakat yang terselimuti kegelapan, kabut, rasa putus asa, beragam persoalan, dan ketakutan; serta jalanan yang tidak menampakkan tanda-tanda kehidupan. Tidak menjadi soal, seberapa dahsyat Komunisme dianggap telah hancur di tahun 1991, puing-puing yang ditinggalkannya masih tetap ada. Tak peduli, meskipun orang-orang Komunis dan Marxis yang “tak pernah jera” tersebut telah menjadi “liberal”, filsafat materialis, yang merupakan sisi gelap Komunisme dan Marxisme, dan yang memalingkan manusia dari agama dan nilai-nilai akhlak, masih tetap berpengaruh pada mereka.
Ideologi yang menebarkan ketakutan ke seluruh penjuru dunia ini sebenarnya mewakili pemikiran yang telah ada sejak zaman dahulu kala. Dialektika meyakini bahwa seluruh perkembangan di jagat raya terjadi akibat adanya konflik. Berdasarkan kepercayaan ini, Marx dan Engels melakukan pengkajian terhadap sejarah dunia. Marx menyatakan bahwa sejarah manusia adalah berupa konflik, dan konflik yang ada sekarang adalah antara kaum buruh dan kaum kapitalis. Para buruh ini akan segera bangkit dan memunculkan revolusi Komunis.
Sebagaimana orang-orang materialis, kedua pendiri komunisme ini memendam kebencian yang mendalam terhadap agama. Marx dan Engels, keduanya adalah atheis tulen yang memandang perlunya menghapuskan keyakinan terhadap agama dilihat dari sudut pandang Komunisme.
Tetapi, ada satu hal yang belum dimiliki Marx dan Engels, yaitu: agar dapat menarik pengikut di kalangan masyarakat secara lebih luas, mereka perlu membungkus ideologi mereka dengan penampakan ilmiah. Inilah awal dari terbentuknya ideologi gabungan berbahaya yang kemudian memunculkan penderitaan, kekacauan, pembunuhan masal, pertikaian sesama saudara, dan perpecahan di abad ke-20. Darwin mengemukakan teorinya tentang evolusi dalam bukunya The Origin of Species. Dan sungguh menarik bahwa pernyataan utama yang ia kemukakan adalah penjelasan yang sedang dicari-cari oleh Marx dan Engels. Darwin menyatakan bahwa makhluk hidup muncul menjadi ada sebagai hasil dari “perjuangan untuk mempertahankan hidup” atau “konflik dialektika”. Lebih dari itu, ia mengingkari penciptaan dan menolak keyakinan terhadap agama. Bagi Marx dan Engels hal ini merupakan kesempatan yang tidak boleh disia-siakan.

Komunisme adalah Pengingkaran Adanya Tuhan
Siapapun yang mencermati pembantaian, pembunuhan, dan penderitaan yang sengaja ditimpakan terhadap manusia oleh orang-orang Komunis, Nazi, atau Kolonialis, akan bertanya-tanya bagaimana para pendukung berbagai paham ini dapat menjauhkan diri mereka sendiri dari sifat-sifat yang umumnya ada dalam diri manusia. Alasan satu-satunya dari kebiadaban dan penindasan yang dilakukan oleh para pemimpin ini adalah hilangnya agama dalam diri mereka dan ketiadaan rasa takut kepada Tuhan. Manusia yang takut kepada Tuhan dan memiliki keimanan yang mantap kepada hari akhir, sudah pasti tidak akan mampu melakukan segala bentuk penindasan, kejahatan, ketidakadilan, dan pembunuhan sebagaimana yang telah dipaparkan. Selain itu, betapapun ia dipengaruhi, seseorang yang beriman kepada Tuhan dan hari akhir tidak akan pernah terseret untuk mengikuti ideologi yang sedemikian menyesatkan.
Namun orang yang tidak beragama dan tidak memiliki rasa takut kepada Tuhan tidak mengenal batas apapun. Seseorang yang meyakini bahwa ia dan makhluk hidup lainnya berevolusi secara kebetulan dari materi tak hidup, yang percaya bahwa nenek moyangnya adalah binatang, dan yang menerima bahwa tiada sesuatu pun selain materi, dapat dengan mudah dipengaruhi untuk melakukan segala bentuk kekejaman. Pada pandangan pertama, orang-orang ini mungkin tampak tidak akan menyakiti siapapun. Namun, pada keadaan tertentu mereka dapat berubah menjadi seorang jagal yang melakukan pembantaian. Mereka mampu menjelma menjadi sosok pembunuh yang memukul atau menjadikan orang-orang kelaparan hanya karena tidak mau mengikuti paham mereka. Mereka dapat berubah menjadi orang-orang yang dipenuhi rasa kebencian, muak, dan permusuhan. Ini dikarenakan cara pandang mereka terhadap dunia mengharuskan hal yang demikian ini terjadi.
Tidak diragukan lagi, bencana terbesar yang diakibatkan Darwinisme terhadap umat manusia adalah pemalingan manusia dari agama. Kehancuran moral dan spiritual yang dasyat berlangsung dengan cepat pada masyarakat yang jauh dari agama. Contoh seperti ini banyak dijumpai dalam masyarakat sekarang.
Sejumlah orang berkata bahwa Darwinisme tidak dapat dipersalahkan bagi jauhnya masyarakat dari agama. Sebab, sebagian besar mereka yang tidak menjalankan agama belum pernah mendengar tentang paham Darwinisme. Kalimat kedua dari pernyataan ini adalah benar adanya. Saat ini, mereka yang mendukung Darwinisme dengan pemahaman yang baik berjumlah sangat sedikit. Tapi perlu diingat, mereka yang sedikit inilah yang mengarahkan dan mengendalikan pola pikir masyarakat di sebagian besar bidang kehidupan. Pengaruh yang mereka bangun terhadap masyarakat mencapai jumlah yang tak terhitung. Mereka mampu menancapkan pola pikir mereka pada sebagian besar masyarakat. Misalnya, para profesor dari universitas terkenal, sebagian besar direktur film ternama, dan para editor penerbitan, surat kabar dan majalah terkenal di dunia, sebagian besarnya adalah para evolusionis, dan sudah barang tentu atheis. Oleh sebab itu, bagian masyarakat yang menjadi garapan mereka terpengaruh oleh media masa beserta pemikiran evolusi dan anti-agama mereka. Hasilnya, muncullah masyarakat yang menerima gagasan menyimpang ini secara luas.

Kapitalisme, Darwinisme Telah Merambah dalam Bidang Ekonomi
İstilah kapitalisme berarti kedaulatan kapital atau modal, yakni sistem ekonomi bebas tanpa batas yang didasarkan secara penuh pada keuntungan, di mana masyarakat bersaing atau berkompetisi dalam batasan-batasan ini. Terdapat tiga unsur penting dalam kapitalisme: individualisme, persaingan (kompetisi) dan perolehan keuntungan. Individualisme penting dalam kapitalisme sebab manusia melihat diri mereka sendiri bukan sebagai bagian dari masyarakat, tetapi sebagai “individu-individu” yang berdiri sendiri di atas kedua kakinya dan harus memenuhi kebutuhan pribadi dengan kerja kerasnya sendiri. “Masyarakat kapitalis” adalah arena dimana para individu bersaing satu sama lain dalam lingkungan yang keras dan tanpa belas kasih. Ini adalah arena yang persis sebagaimana penjelasan Darwin, yang menempatkan hanya yang kuat yang tetap hidup, sedangkan kaum lemah dan tak berdaya akan terinjak-injak dan tersingkirkan; ini juga tempat di mana kompetisi sengit merajalela.
Menurut pola pikir yang dijadikan dasar berpijak kapitalisme, setiap individu – dan ini dapat berupa perorangan, sebuah perusahaan atau suatu bangsa – harus berjuang demi kemajuan dan kepentingannya sendiri. Hal terpenting dalam peperangan ini adalah produksi. Produsen terbaik akan bertahan hidup, sedangkan yang lemah dan tidak cakap akan tersingkir dan lenyap. Beginilah sosok sistem kapitalisme, yang telah melupakan kenyataan bahwa yang tersingkirkan dalam peperangan sengit ini, yang terinjak-injak dan jatuh miskin adalah “manusia”. Yang menjadi pusat perhatian kapitalisme bukanlah manusia, akan tetapi pertumbuhan ekonomi, dan barang, yakni hasil dari pertumbuhan ekonomi ini. Karena alasan tersebut, pola pikir kapitalis tidak lagi merasakan tanggung jawab etis atau memiliki hati nurani terhadap orang-orang yang terinjak di bawah kakinya, yang harus mengalami berbagai kesulitan hidup. Ini adalah Darwinisme yang diterapkan secara menyeluruh pada masyarakat di bidang ekonomi
Dengan menyatakan perlunya mendorong kompetisi di berbagai bidang kehidupan, dan memaklumkan tidak perlunya menyediakan kesempatan atau bantuan bagi golongan masyarakat lemah dalam hal apapun, baik di bidang kesehatan hingga ekonomi, para perumus Darwinisme Sosial terkemuka telah memberikan dukungan “filosofis” dan “ilmiah” bagi kapitalisme. Misalnya, menurut Tille, sosok terkemuka yang mewakili mentalitas kapitalis-Darwinis, adalah kesalahan besar untuk mencegah kemiskinan dengan cara membantu “kelompok-kelompok yang tersingkirkan”, sebab ini berarti turut mencampuri seleksi alam yang mendorong terjadinya evolusi.
Dalam pandangan Herbert Spencer, perumus utama teori Darwiniwme Sosial, yang memasukkan ajaran pokok Darwinisme ke dalam kehidupan masyarakat, jika seseorang miskin maka ini adalah kesalahannya sendiri; orang lain tidak sepatutnya menolong agar ia bangkit. Jika seseorang kaya, bahkan jika ia mendapatkan kekayaannya melalui cara yang tidak bermoral, maka ini adalah berkat kecakapannya. Oleh karena itu, orang kaya akan bertahan hidup, sedangkan yang miskin akan lenyap. Ini adalah pemandangan yang telah berlaku hampir secara menyeluruh pada masyarakat sekarang dan gambaran ringkas tentang moralitas kapitalis-Darwinis.

Kesimpulan
Komunisme, Nazizme, Marxisme, Materialisme, Kapitalisme dan kolonialisme adalah semuanya berpangkal dari paham Darwinisme, paham yang tak terbuktikan secuilpun dengan ilmiah. Pembenaran dicari hanya untuk tujuan penumpasan apa ataupun siapa yang dianggap lebih rendah !!! Sekian dan Terimakasih.

1 komentar:

diga mengatakan...

darwin ngebabuy

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda disini. apa saja. monggo.