A. JUDUL PROGRAM
DAMPAK WACANA FATWA MUI TENTANG LARANGAN MEROKOK PADA INDUSTRI ROKOK DI KABUPATEN KUDUS
B. LATAR BELAKANG
Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 Ha yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, dimana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB. Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat diakui ulet, semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki masyarakat mengungkapkan karakter dimana disamping menjalankan usaha ekonomi juga mengutamakan mencari ilmu. Dalam hal seni dan budaya, Kudus mempunyai ciri khas yang berbeda dengan daerah lain. Diantaranya adalah seni arsitektur rumah adat Kudus, kekhasan produk bordir dan gebyog Kudus. Keanekaragaman potensi yang dimiliki Kudus diharapkan mampu menarik masyarakat luar untuk bersedia hadir di Kudus (http://www.kuduskab.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=51&Itemid=80).
Menurut Salam (1956), terdapat 3 hal yang membuat Kota Kudus populer. Pertama, adanya tradisi Dandangan pada bulan Sya’ban (Ruwah), dan tatacara Rebut Langse (luwur) Makam Sunan Kudus (bulan Muharram). Kedua, Kudus dikenal juga sebagai ‘kota kretek’, karena produk rokoknya sebagai komoditas unggulan yang belum tertandingi. Dari bisnis tersebut Kudus mampu memberikan kontribusi sekitar 27 triliun pertahun bagi devisa negara. Ketiga, Kudus disebut sebagai kota wisata budaya, lantaran banyaknya situs dan penziarahan yang relatif komplit.
Kota Kudus dikenal sebagai ‘kota kretek’, di kota yang terletak 50 Km sebelah timur Semarang Jawa Tengah ini terdapat ratusan perusahaan rokok baik yang berskala besar maupun kecil. Produksi rokok sebagai komoditas unggulan, mampu memberikan kontribusi yang sangat tinggi. Dan harus diakui, industri rokok kretek mampu mengangkat tingkat ekonomi Kabupaten Kudus. Diperkirakan sekitar 40 persen dari total 700.000 jiwa warga Kudus sehari-hari menggantungkan hidup dari aroma cengkeh rokok kretek.