PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki beragam kebudayaan. Kondisi geografis kepulauan Indonesia yang memiliki karakteristik alam yang berbeda masing-masing daerah telah menyebabkan masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda dengan masyarakat lainnya. Selain itu, letak nusantara yang strategis dalam lalu lintas transportasi laut sejak berabad-abad silam juga ikut mempengaruhi konsep multikultural masyarakat melalui persebaran budaya dari negara-negara di luar nusantara.
Salah satu pengaruh yang masuk dari persebaran budaya tersebut tentu saja adalah yang berkaitan dengan sistem kepercayaan, agama, ataupun religi. Yaitu suatu kepercayaan dan pola perilaku, yang di usahakan oleh manusia untuk menangani masalah-masalah penting yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan teknologi dan teknik organisasi yang diketahuinya. Untuk mengatasi keterbatasan itu, orang berpaling kepada manipulasi makhluk dan kekuatan supernatural (Haviland, 1985: 193).
Salah satu agama yang memiliki pengikut paling banyak dalam masyarakat Indonesia adalah agama Islam. Norma dan nilai yang ada dalam Islam telah melembaga dalam mayoritas masyarakat Indonesia seiring dengan dinamika kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia, sehingga terjadi inovasi kebudayaan di dalamnya.
Sistem nilai dalam Islam menghendaki pengikutnya untuk meyakini Hari Raya Idul Fitri sebagai hari kemenangan. Hari raya idul fitri jatuh setiap tanggal 1 syawal Hijriyah dalam sistem kalender Qomariyah. Sampai saat ini, tradisi Idul Fitri telah menjadi satu tradisi yang begitu besar. Di Indonesia, tradisi ini kemudian disebut tradisi lebaran yang salah satunya dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga. Lebaran kemudian telah menjadi tradisi yang berdimensi sosial. Setidaknya ini tergambarkan dari tradisi mudik dan halal bihalal dalam masyarakat Islam indonesia. menurut Suseno (2007), Tradisi mudik yang mengiringi Idul Fitri sebenarnya merupakan refleksi kerinduan terhadap daerah tempat dilahirkan dan dibesarkan. Lebih dari itu juga merefleksikan keinginan ber-silaturahmi serta berkumpul bersama saudara dan handai taulan, serta motivasi lain semisal ingin menunjukkan keberhasilan hidup di kota. Itu menjadi faktor pendorong dan alasan bagi masyarakat untuk pulang kampung. Bayangan kegembiraan akan merayakan hari kemenangan setelah sebulan berpuasa, keriangan akan bertemu dengan sanak keluarga dan sahabat, serta kekhidmatan mencium kembali kampung halaman bisa menghapus kesulitan dan hiruk-pikuknya suasana yang terjadi. Fenomena silaturahmi ini kemudian dinamakan halal bihalal dimana masyarakat satu sama lain saling meminta dan memberikan maaf.
Dalam perjalanannya, tradisi itu telah menjadi semacam suatu pesta ritual tahunan yang konsumtif. Dilihat dari kacamata ekonomi, maka tradisi Lebaran telah mampu menciptakan kegiatan ekonomi ekstra karena adanya peningkatan permintaan efektif (effective demand), termasuk sektor produksi serta permintaan barang dan jasa.
Hal seperti itu juga tak luput dialami oleh masyarakat Desa Kadipaten. Dalam merayakan tradisi lebaran, masyarakat membutuhkan barang yang lebih dari hari-hari biasanya sebagai tuntutan acara silaturahmi yang dilakukan oleh masyarakat. Dalam hal ini permintaan akan sembako (Sembilan bahan pokok) meningkat dari sebelumnya. Kebutuhan akan barang-barang seperti daging, beras, minuman, dan barang konsumsi lainnya meningkat. Dari situlah masyarakat Kadipaten mengikuti arisan dendeng untuk mencukupi kebutuhan di hari-hari lebaran.
Dari pemikiran diatas, sangatlah menarik untuk melakukan suatu kajian ilmiah tentang fenomena arisan dendeng yang berdimensi sosial ekonomi. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mengulasnya lebih dalam lagi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan yang diajukan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana bentuk model arisan dendeng dalam dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Kadipaten?
2. Faktor-faktor apa saja yang melatar belakangi masyarakat Desa Kadipaten dalam mengikuti arisan dendeng dan apa pula fungsinya bagi masyarakat Desa Kadipaten?
Tujuan
Berdasarkan permasalah diatas, maka tujuan kajian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui bentuk model arisan dendeng dalam dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat Desa Kadipaten.
2. Mengetahui faktor-faktor yang melatar belakangi masyarakat Desa Kadipaten dalam mengikuti arisan dendeng serta fungsinya bagi masyarakat Desa Kadipaten.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari kajian ini adalah:
1. Secara teoretis, kajian ini diharapkan mampu memberikan sebuah kajian ilmiah mengenai arisan dendeng di Desa Kadipaten, terutama tentang bentuk model arisan dendeng dalam dinamika kehidupan sosial ekonomi masyarakat, faktor-faktor yang melatar belakangi masyarakat dalam mengikuti arisan dendeng, serta fungsinya bagi anggota masyarakat.
2. Secara praktis, kajian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman baru bagi masyarakat mengenai bentuk model arisan dendeng, faktor-faktor yang penyebabnya, serta fungsinya bagi masyarakat.
Arisan Dendeng Dalam Masyarakat Desa Kadipaten
Desa Kadipaten terletak di Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Sebelah utara dibatasi oleh perkampungan Desa Wiradesa, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Petukangan, di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Petukangan dan Desa Delegtukang, dan di sebelah barat berbatasan dengan Desa Tunjung Sari. Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan sebagian yang lain berprofesi sebagai pekerja wiraswasta dan Pegawai Negeri Sipil.
Sebagian besar penduduknya beragama Islam. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia dapat ditemui dan hidup rukun dalam masyarakat Desa Kadipaten, Yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Kehidupan beragama masyarakat Kadipaten cukup berjalan lancar, diukur dari ritual-ritual keagamaan, seperti halnya sholat berjamaah di Masjid-Masjid maupun Mushola, jamaah pengajian, hingga jamaah Tahlil yang dilakukan oleh pengikut Nahdlatul Ulama.
Menjelang tradisi lebaran masyarakat Kadipaten pun tak ketinggalan dalam hiruk pikuk mempersiapkan ritual tahunan itu. Fenomena yang selalu terjadi pada tradisi Lebaran adalah meningkatnya kebutuhan sembako, seperti beras, daging, dan lain sebagainya. Dalam tradisi lebaran, kebiasaan yang terjadi adalah berkumpulnya seluruh anggota keluarga. Selain itu, terdapat tradisi halal bihalal sebagai ajang silaturahmi antar tetangga, kerabat, maupun kenalan. Dari situlah bisa dilihat, masyarakat membutuhkan kebutuhan sembako yang lebih dari biasanya untuk menjamu tamu yang bersilaturahmi.
Dalam mengantisipasi meningkatnya kebutuhan sembako pada hari raya idul fitri itulah masyarakat Kadipaten melakukan kegiatan ekonomi non formal yang oleh masyarakat lokal dinamakan arisan dendeng. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan arisan merupakan kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi diantara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya (Tim Penyusun KBBI, 2005: 27). Kalau dilihat dari pengertian itu, maka ada beberapa unsur dalam arisan. Pertama yaitu pertemuan yang diadakan secara rutin dan berkala, kemudian pengumpulan uang oleh setiap anggota dengan nilai yang sama, dan pengundian uang untuk menentukan siapa yang mendapatkan uang yang terkumpul tersebut. Dalam masyarakat Kadipaten, dendeng adalah sama maknanya dengan daging. Oleh karena itu, arisan dendeng adalah kegiatan mengumpulkan uang secara berkala untuk mendapatkan daging.
Namun dalam kenyataan yang terjadi, arisan dendeng pada masyarakat Kadipaten tidak seperti arisan pada umumnya dimana seluruh anggota atau peserta arisan dalam periode tertentu berkumpul untuk mengumpulkan uang atau barang dan kemudian melakukan pengundian siapa yang mendapatkan uang atau barang tersebut. Masyarakat yang ikut dalam arisan ini bahkan tidak pernah sekalipun berkumpul bersama-sama. Peserta hanya mengumpulkan uang kepada satu orang yang ditunjuk tanpa adanya kegiatan “kumpul-kumpul” atau “makan-makan” seperti arisan pada umumnya. Arisan dendeng ini dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Dalam periode satu minggu sekali peserta mengumpulkan uang sebesar Rp. 5000,- dan diserahkan kepada orang yang ditunjuk.
2. Dalam satu tahun, maka uang yang terkumpul adalah sebesar Rp. 240.000,- dengan potongan Rp. 10.000,- sebagai upah kepada pemegang uang selama satu tahun.
3. Yang didapatkan dari arisan tersebut adalah kebutuhan sembako berupa beras, daging kerbau, minuman (seperti sirup), mie, biskuit, pelengkap masakan (seperti kecap), gula, dan lain sebagainya.
4. Penyerahan sembako secara serempak yaitu menjelang lebaran tahun diadakannya arisan.
Dari ketentuan tersebut, terdapat unsur dalam arisan yang tidak terdapat pada arisan dendeng Desa Kadipaten, yaitu pertemuan secara rutin dalam periode tertentu dan pengundian untuk menentukan siapa yang mendapatkan sembako. Jadi, lebih tepat dikatakan sebagai saran untuk menabung saja. Namun yang didapatkan bukanlah kembalinya uang dengan bunga, namun berupa sembako. Walaupun demikian, tetap saja masyarakat desa Kadipaten menyebut kegiatan ini dengan sebutan arisan.
Dari fenomena itu jelaslah apa yang melatar belakangi masyarakat Kadipaten untuk mengikuti arisan dendeng tersebut, yaitu sebagai solusi memenuhi kebutuhan hari raya lebaran yang meningkat. Hal ini tentu saja dapat membantu masyarakat dalam meringankan kebutuhan pada waktu lebaran.
Arisan Dendeng dan Konsep Redistribusi
Dilihat dari ilmu Antropologi Ekonomi, bentuk ekonomi arisan bisa digolongkan pada sebuah konsep redistribusi yang berfungsi sebagai sarana untuk menabung. Redistribusi merupakan suatu bentuk kerja sama individu-individu anggota suatu masyarakat, atau suatu kelompok dalam memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki atau kuasai (Sjafri Sairin, 2002:67). Kerja sama tersebut berkaitan dengan masalah-masalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau kelompok dan sekaligus upaya individu-individu tertentu untuk berperan dalam kelompok, maupun upaya memanfaatkan kelompok untuk kepentingan pribadi. Dalam fenomena arisan dendeng dalam masyarakat Kadipaten, individu yang ditunjuk sebagai orang yang memegang uang yang dikumpulkan telah berupaya agar dirinya dapat berperan dalam kehidupan bermasyarakat. Hasil dari arisan dendeng ini pun dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada waktu lebaran, yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan akan sembako.
Menurut Sjafri Sairin (2002) pada tahun 1968 Polanyi berpendapat bahwa redistribusi memiliki dimensi sosial, ekonomi dan politik yang khas, yang berbeda dengan konsep resiprositas. Dalam resiprositas, hubungan sosial yang terjadi adalah hubungan antarindividu. Perilaku yang terjadi dalam hubungan tersebut adalah perilaku individu sebagai pribadi, meskipun secara kultural mereka dibekali nilai-nilai dan norma-norma yang sama untuk bertingkah laku dalam kerja sama resiprositas. Sebaliknya dalam redistribusi, hubungan yang terjadi adalah hubungan antarindividu sebagai anggota kelompok. Mereka berperilaku bukan mewakili dirinya sebagai pribadi melainkan sebagai anggota kelompok. Sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Sahlins (1976) dalam Sjafri Sairin (2002) bahwa redistribusi adalah perpindahan barang ataupun jasa yang tersentralisasi, yang melibatkan pengumpulan dari anggota-anggota suatu kelompok kemudian dibagi-bagikan kembali pada anggota kelompok tersebut, arisan dendeng dalam masyarakat kadipaten pun demikian, pengumpulan uang dipegang oleh satu individu yang disepakati bersama.
Dengan adannya kegiatan arisan dendeng pada masyarakat Kadipaten, hubungan-hubungan sosial antarwarga masyarakat yang terintegrasi dan bersifar sentraliter ini secara implisit mengandung arti bahwa individu-individu dalam masyarakat melakukan akitivitas ekonomi menurut aturan-aturan atau norma-norma yang mengarah pada tindakan untuk kepentingan kolektif dengan cara memusatkan wewenang kepada pihak tertentu. Walaupun sembako yang dihasilkan diberikan kepada masing-masing individu, namun hal ini tetap mengandung dimensi kepentingan publik, yaitu meramaikan dan melestarikan tradisi lebaran dimana masyarakat merasa dituntut untuk memberikan jamuan pada saat masyarakat saling bersilaturahmi antara satu rumah ke rumah yang lain. Jamuan tersebut berupa sajian penganan untuk menyambut tamu.
Fungsi arisan dendeng sebagai suatu bentuk konsep redistibusi pada masyarakat Kadipaten memiliki fungsi yang kompleks, meliputi fungsi politik, sosial dan ekonomi. Fungsi politik yang paling penting adalah sebagai mekanisme uang untuk memobilisasi kekuatan guna kepentingan politik, yaitu upaya dalam mencari solusi masalah meningkatnya kebutuhan akan sembako pada hari raya lebaran. Fungsi lainnya adalah mengintegrasikan masyarakat pada satu kesatuan sosial. Melalui aktivitas arisan dendeng masyarakat menjadi merasa terikat, berbakti kepada kelompok sehingga terwujudlah solidaritas masyarakat. Fungsi politik bagi pemegang uang dalam arisan dendeng adalah prestise sosial dengan mengumpulkan uang dari masyarakat peserta arisan dendeng.
Dari segi ekonomi, arisan dendeng merupakan kerja sama ekonomi yang bersifat simbiosis saling menguntungkan, peserta arisan dendeng merasa terbantu dengan adanya kegiatan ini sebagai sarana menabung, dan individu pemegang otoritas mendapat imbalan dari apa yang dilakukan. Selain itu, arisan dendeng juga berfungsi sebagai mobilitas pertukaran, dimana uang dipertukarkan dengan kebutuhan sembako.
Simpulan
Dari pembahasan dalam kajian ini telah tergambarkan bagaimana bentuk arisan dendeng pada masyarakat Desa Kadipaten. Masyarakat mengumpulkan uang secara berkala satu minggu sekali kepada orang yang disepakati selama satu tahun dan dikembalikan kepada anggota arisan dendeng dalam bentuk sembako. Faktor yang melatar belakangi warga masyarakat dalam mengikuti kegiatan ini antara lain adalah solusi permasalahan meningkatnya kebutuhan hidup (sembako) pada hari raya lebaran. Fungsi dari kegiatan arisan dendeng antara lain sebagai sarana untuk menabung masyarakat yang mengikuti kegiatan ini, selain sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat sebagai indikasi dari kesejahteraan masyarakat.
Saran
Dari fenomena arisan dendeng tersebut, hendaknya menjadi kesadaran pada setiap individu anggota masyarakat yang dalam hal ini adalah masyarakat Desa Kadipaten, Kecamatan Wiradesa, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, untuk menjadikan kegiatan arisan dendeng sebagai kepentingan bersama, pemenuhan kebutuhan pangan dalam tradisi lebaran yang tidak hanya dinikmati oleh diri pribadi, melainkan juga keluarga, tetangga, dan kerabat dalam tradisi lebaran dimana masyarakat biasa melakukan kunjungan ke rumah-rumah untuk ber-silturahmi dan halal bihalal.
DAFTAR PUSTAKA
Sairin, Sjafri, Dkk. 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Tim Penyusun KBBI.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Raharjo, Suseno. 2006. Mudik Lebaran. Jakarta: Bumi Aksara.
http://id.wikipedia.org/wiki/Arisan (diunduh pada 04 Oktober 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar anda disini. apa saja. monggo.