Pages

Katanya..


Tulisan ini bukanlah tulisan ilmiah yang sepatutnya kita mahir membuatnya, tulisan ini juga bukan suatu karya seni yang indah untuk dibaca, namun Cuma sebuah curahan perasaan saya atas kebingungan saya menemukan pertanyaan2 yang saya bingung untuk menjawabnya. Itulah kenapa saya menginginkan berbagi dengan siapa saja yang berkesempatan membaca tulisan ini. Siapa tau kalau bersama-sama pada akhirnya nanti kita mampu untuk menjawabnya...
Pertama, negara kita itu kan katanya negara demokrasi, ya kan? Tapi kok kita nggak bisa menerima atau merelakan seseorang menjadi pemimpin hanya karena jago kita kalah di pemilihan pemimpin?
Kedua, katanya kita itu kan mahasiswa yang dikategorikan orang yang punya intelegensia dan etika ilmiah, ya kan? Tapi kok kita gampang banget menerima berita atau data yang nggak jelas tingkat kevalidannya?
Ketiga, negara kita itu kan katanya negara hukum, ya kan? Tapi kok kita gampang banget memvonis seseorang bersalah tanpa bukti dan saksi yang bisa dipercaya? Kok kita gampang banget menuduh seseorang melakukan suatu pelanggaran tanpa adanya sesuatu yang bisa membuktikan?
Keempat, katanya kita itu kan masyarakat yang memiliki adat ketimuran yang katanya lebih baik dari adat kebarat2an, ya kan? Tapi kok kita sering bertingkah laku yang nggak ada bedanya dengan fauna?  Kok kita nggak punya sikap sopan santun kepada orang yang lebih tua daripada kita? Kok kita tega mengorbankan teman kita untuk kepentingan kita? Kalo fauna kan emang nggak punya otak dan perasaan, dia Cuma punya naluri. Tapi kalo kita kan punya, nggak salah kan? apakah ini berarti kita lebih hina dan rendah dibandingkan dengan fauna?
Kelima, katanya kita itu orang yang percaya sama Tuhan alias beragama, ya kan?  tapi kita kok gampang banget bilang orang lain kafir karena nggak sependapat dengan kita? Satu keyakinan lagi dengan kita!
Keenam, katanya kita itu kan hidup di negara yang berdasarkan pancasila, ya kan? katanya kita itu mengakui adanya beberapa agama dan kepercayaan yang hidup di negara ini, ya kan? tapi kok kita nggak memperlihatkan sikap toleransi antar sesama umat beragama? Kenapa kita selalu negatif  thinking dengan perbuatan baik umat beragama lain? Kita kan nggak tau niat yang ada di dalam hati mereka, kenapa kita nggak berpikir tentang ketulusan hati dan sikap toleransi umat beragama lain kepada kita? Kenapa kita nggak boleh menerima pemberian mereka? Seolah-olah kita sudah tau bahwa di hati mereka tersimpan niat buruk, kenapa kita jadi sok tau? Padahal tidak jarang kita menerima pemberian dari orang satu keyakinan yang jelas2 untuk kepentingan mereka. Sering kan kita menerima pemberian2 dari sekelompok orang yang juga terpasang foto seseorang dan tertulis “pilihlah si A!” Sedangkan kita nggak boleh menerima pemberian dari umat beragama lain yang justru nggak ada tuntutan dari mereka. Hanya karena mereka nggak sekeyakinan dengan kita. Padahal, negara kita sering mengemis utang pada negara2 yang dominasi warganya tidak sekeyakinan dengan kita, ya kan? Lagipula, semua itu kan tidak dibenarkan dalam sila pertama Pancasila, atau jangan2 secara diam2 kita mulai nggak mau mengakui pancasila sebagai dasar negara kita? Ataukah kita secara diam2 namun militan telah berusaha untuk menumbangkan pancasila sebagai dasar negara kita  dan menggantinya dengan dasar negara yang lain? Ataukah ada kemungkinan2 yang lain?
Ketujuh, (sebelum saya lanjutkan pertanyaan ketujuh ini, perbolehkanlah saya mengucapkan syukur. Betapa tidak? Kita adalah orang2 yang sangat beruntung berkesempatan mengenyam bangku pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi, di UNNES tercinta ini, coba bayangkan banyaknya anak2 yang sudah tidak lagi bersekolah! Sungguh kasihan mereka itu.) Saya lanjutkan saja pertanyaannya. Katanya kita itu kan mahasiswa yang mempunyai intelektual tinggi, ya kan? tapi kok kita sering memilih untuk menjadi pengecut? Beraninya cuap2 dibelakang sana? Kenapa jika di balik tembok kost kita baru berani membicarakan seseorang? Kenapa kita tidak berani untuk bertatap muka, face to face, ataupun muwajjahah untuk menyelesaikan masalah? Kenapa kita selalu menghindari untuk diskusi dan berkomunikasi dalam mencari titik temu permasalahan? Padahal di millenium ini adu argumentasi adalah sesuatu yang harus kita yakini, kan? kenapa begitu? Tapi kenapa jika bertemu di jalan kita berlagak seperti orang yang tidak mengenal? Memasang muka sinis? Kenapa? Jika terus2an seperti ini, apakah kita pantas disebut sebagai mahasiswa? Apakah kita tidak lebih pantas disebut sebagai tai kucing saja?
Yang terakhir, katanya kita itu kan dibesarkan dalam budaya nenek moyang yang ramah tamah, santun dan saling menghargai satu sama lain, ya kan? tapi kenapa kita melakukan tindakan yang dapat memancing emosi orang lain? Untuk tujuan apapun, apakah memang dibenarkan cara seperti itu?
Sial! Saya semakin bingung saja dengan semua itu. Sangat membosankan dan ingin saya buang jauh2 saja. Lebih baik saya dengarkan saja lagu2 Slank yang dapat menghiburku, dan saya juga akan mendapatkan PLUR darinya, Peace, Love, Unity, dan Respect. Minimal sesama Slankers dan Slank. Saya yakin Slow but Sure akan tercapai. Namun tidak jarang pertanyaan2 itu kembali hadir dalam nightmare-ku selama ini. Sangat mengganggu. Terpaksa memang itu harus dipecahkan. Marilah sobat, akhi, ukhti, sahabat, apapun sebutannya, kita kembalikan semua itu kepada hati nurani kita masing2.

Tapi percuma sajalah saya bingung, kesel, dan gregeten sendiri sama kondisi ini. Paling2 juga tulisan ini nggak ada gunanya bagi kita, selesai kita baca, pada hitungan ketiga juga paling sudah hilang lagi dari ingatan kita. Jangan2 tulisan ini juga malah menyinggung rasa ego kekanak-kanakkan kita, terus ada lagi dari kita yang nyobek tulisan ini karena kesel banget. Ya sudahlah, maaf deh kalo menyinggung... soalnya kita sakit sih, sadis lagi... hiiii... sudah lah. Sekian dah terima kasih. Salam “PLUR” selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar anda disini. apa saja. monggo.